Empat Faktor Penyebab Merebaknya Pandemi

Kota dengan sanitasi yang buruk dan keadaan higiene yang rendah biasanya menjadi penyebab terjadi merebaknya penyakit infeksi. Covid-19 merubah patogenenis penyakit infeksi, penyakit ini bisa merebak pada kota yang modern dengan sanitasi yang sangat bagus dan kondisi higiene yang tinggi.

Covid-19 pertama kali merebak di Wuhan propinsi Hubei, China pada tahun lalu. Tsunami Covid-19 baru terjadi dan sedang berlangsung di India. Fenomena ini membuktikan bahwa lingkungan yang buruk atau ekstrim menjadi penyebab utama merebaknya pandemi. Dari sekian banyak faktor ada empat faktor yang menjadi menjadi penentu merebaknya pandemi Covid-19.

  1. LINGKUNGAN BURUK/ EKSTRIM

Ketika populasi melebihi daya dukung lingkungan (carrying capacity), maka jumlah oksigen akan menipis dan sebaliknya CO2 akan melimpah. Menurut seorang pakar bioteknologi lingkungan, seorang manusia memerlukan ruang sebesar 4,7m2. Dengan perhitungan ini, planet bumi diperkirakan mampu mendukung 5,7 miliar jiwa. Di tahun 2020, populasi bumi mencapai 7,8 miliar jiwa. Berdasarkan kalkulasi daya dukung tersebut, jelas jumlah ini melampaui daya dukung bumi.  Pertumbuhan penduduk seperti deret ukur menghasilkan limbah organik dan inorganik yang jika tidak dikelola dengan baik akan membusuk dan dapat menghasilkan senyawa gas-gas beracun dan berbau busuk seperti amoniak (NH3), metana (CH4), dan H2S dari limbah organik serta bahan toksik lainnya dari limbah inorganik. Senyawa-senyawa ini ditambah dengan pestisida, desinfektan, dan antibiotik serta polutan industri akan menciptakan lingkungan yang ekstrim. Hanya bakteri patogenik dan virus yang dapat hidup di lingkungan tersebut. Bagi manusia, bakteri dan virus ini dicap “jahat” karena menjadi penyebab penyakit yang bisa mengurangi populasi tanaman, ternak, dan manusia. Tetapi, sejatinya mereka adalah pelopor untuk membersihkan, memurnikan, dan me-reset lingkungan supaya bisa dihuni oleh makhluk-makhluk lain dalam keseimbangan ekosistem baru.

 

  1. AGEN

Strain virus baru berpotensi menjadi penyebab pandemi. Manusia sudah kebal dengan strain virus lama karena imun tubuh sudah mengenal dan membentuk antibodi untuk melawan strain virus lama. Virus sebagai makhluk Tuhan memiliki naluri untuk meneruskan keturunan. Habitat dari binatang yang merupakan inang virus semakin megecil karena dijadikan lahan pertanian, industri, dan pemukiman. Oleh karena itu, virus secara alami akan berusaha untuk menginfeksi inang yang paling banyak yaitu manusia. Tetapi, proses ini diperlukan waktu ratusan tahun agar virus dapat menjadi strain baru yang bisa menginfeksi inang yang baru pula. Pemakaian pestisida, desinfektan, dan antibiotik yang tidak rasional memberikan bahan bakar untuk virus agar dapat bermutasi dengan lebih cepat. Sebuah riset yang dilakukan oleh peniliti dari Universitas California di San Diego mengungkapkan bahwa virus yang memiliki materi genetik yang sama dengan Covid-19 dapat bermutasi dengan lebih cepat ketika terekspos oleh bahan kimia yang sering dipakai sebagai desinfektan.[1]

 

  1. INANG

Sel inang memiliki reseptor sebagai tempat menempelnya virus. ACE-2 adalah reseptor penempelan Covid-19 pada manusia. Orang dengan respons imun yang lemah akan terinfeksi oleh virus. Kemudian, virus akan berkembang biak menjadi banyak dan tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan sel-sel tubuh. Uniknya, Covid-19 juga dapat menyerang orang dengan respons imun berlebihan. Sedikit saja penempelan Covid-19 pada paru-paru akan memancing sel imun dan respons imun (sitokin) untuk mengerubuti Covid-19 yang berakibat kerusakan paru-paru yaitu pneumonia dan ARDS (acute respiratory distress syndrome). Kejadian inilah yang dinamakan badai sitokin. [2]

 

  1. POLA MAKAN TIDAK SEHAT

Residu pestisida dan antibiotik pada makanan dapat merusak komunitas mikroba pada usus (mikrobiota). Hal ini dapat mengakibatkan defisiensi imun sehingga rentan terhadap serangan infeksi. Pola makan yang tidak seimbang yang berarti lebih banyak memakan daging daripada buah dan sayur yang mengandung banyak serat dapat mengakibatkan terjadinya disbiosis atau kurang keragaman mikroba pada mikrobiota usus. Pada akhirnya, disbiosis dapat mengakibatkan terjadinya autoimun atau respon imun yang berlebihan. [3]

SOLUSI:

Solusi yang sangat ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan sekecil mungkin dampak negatifnya adalah melakukan pengimbangan kembali tata kehidupan planet ini.

  1. Mengendalikan pertumbuhan populasi.
  2. Menaikkan daya dukung lingkungan. Untuk menaikkan hal tersebut diperlukan:[4]
  • Upaya mengelola dan mengurangi sampah organik supaya tidak membusuk yang akan memakan oksigen dan sebaliknya menghasilkan gas-gas beracun. Sampah organik seharusnya didaur ulang menjadi senyawa bioaktif yang diperlukan sesama makhluk hidup untuk bermetabolisme yaitu: asam amino, asam organik rantai pendek, gula, vitamin, antioksidan, enzim, dan hormon.
  • Detoksifikasi sampah inorganik yang toksik secara bakterial.
  • Pengurangan emisi CO2 dari industri dan kendaraan bermotor.
  1. Pembentukan mikrobiota dalam usus.

Mikrobiota adalah komunitas mikroba (termasuk virus) beserta materi genetiknya yang berguna untuk kesehatan. 80% sel imun dalam tubuh diproduksi oleh jaringan limfoid usus sebagai respon terhadap mikrobiota. Mikrobiota pula yang meregulasi/ memodulasi respons imun sampai seimbang dimana tidak terjadi respons imun yang berlebihan atau lemah. Dengan imun yang seimbang maka kita bisa terhindar dari penyakit infeksi termasuk Covid-19 dan penyakit-penyakit lain. Imun yang seimbang bisa menjadi profilaksis (pencegahan) maupun terapi Covid-19. PROEM•1 adalah probiotik multistrain menguntungkan yang hidup aktif selaras dengan alam. Jika dikonsumsi, probiotik tersebut akan membentuk simbiosis dengan mikroba alami (termasuk virus) dalam usus kita dan membentuk mikrobiota. Karena itu, PROEM•1 bisa dikatakan sebagai penyeimbang imun/imunomodulator.[2]

 

Jakarta, 22 Mei 2021

 

 

Apt Ge Recta Geson, S.Si.

 

 

[1] Mutation Frequencies at Defined Single Codon Sites in Vesicular Stomatitis Virus and Poliovirus Can Be Increased Only Slightly by Chemical Mutagenesis

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC249691//

pdf :

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC249691/pdf/jvirol00063-0408.pdf

[2] Gut microbiota and Covid-19- possible link and implications

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0168170220304603

[3] The Dynamic Interplay between the Gut Microbiota and Autoimmune Diseases

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6854958/#:~:text=Gut%20microbiota%20dysbiosis%20plays%20a,in%20autoimmune%20diseases%2C%20remains%20elusive.

Pdf:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6854958/pdf/JIR2019-7546047.pdf

[4] Dr. Teruo Higa, 1993, An Earth Saving Revolution, Takadanobaba, Shinjuku-ku, Tokyo: Sunmark Publishing Inc.

Write a comment

Your email address will not be published. All fields are required